BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Cari Blog Ini

Minggu, 15 April 2012

Konversi IFRS terhadap PSAK




Konvergensi standar akuntansi telah menjadi komitmen Indonesia sejak tahun 1994 dan diharapkan telah diimplementasikan secara penuh pada tahun 2012 nanti. Dewan standar telah melakukan berbagai revisi standar akuntansi sesuai dengan standar akuntansi internasional (IAS atau IFRS). Konvergensi standar akuntansi diharapkan dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan. Barth et al (2005) menemukan bukti empiris bahwa standar akuntansi internasional (IAS) meningkatkan kualitas akuntansi dan memiliki potensi mengurangi biaya modal (cost of equity capital). IAS atau IFRS memaksa perusahaan lebih transparan mengungkapakan informasi akuntansi yang dikehendaki. Karamanou dan Nishiotis (2007) membuktikan bahwa perusahaan –perusahaan yang mengadopsi IAS memiliki tobins q yang lebih tinggi dari perusahaanperusahaan lainnya, dan ini merupakan premium disclosure. Adopsi IAS/IFRS meningkatkan daya komparabilitas laporan keuangan. Fritz Bolkenstein (GAAP 2002) mengatakan dengan implementasi IFRS “investors and other stakeholders will be able to compare like with like. Pada akhirnya IAS/IFRS mengurangi kesulitan penafsiran informasi keuangan karena IFRS mendorong terciptanya persepsi yang sama atas informasi laporan keuangan. Persepsi yang sama ini diharapkan dapat mengurangi moral hazard penyusun laporan keuangan memanfaatkan cela-cela standar akuntansi untuk melakukan manajemen earnings melalui kebijakan akrual. Bukti empiris menunjukkan bahwa perusahaanperusahaan yang telah mengadopsi IAS cenderung kurang melakukan earnings smoothing untuk target tertentu, pengakuanrugi yang lebih tepat, dan terdapat kecenderungan asosiasi yang tinggi antara earnings dan harga saham (Barth et al: 2005; Bailey et al : 2004). IAS tidak hanya bermanfaat bagi investor. Bagi pemerintah (Uddin: 2005) adopsi. IAS membuat perhitungan pajak investor khususnya investor asing lebih mudah. IAS juga mendorong akuntabilitas dan transpaeransi operasi diberbagai negara. Di Indonesia tidak sedikit yang skeptis atas efektivitas konvergensi standar akuntansi. Hasil survey Rosser (1999) menunjukkan bahwa posisi negara – negara berkembang termasuk Indonesia adalah subordinate dalam sistem perekonomian global. Adopsi standar akuntansi internasional pada dasarnya merupakan kepentingan negaranegara barat dan multinational korporasi dibanding atas kepentingan nasional. Hal ini didasarkan pada keinginan mendatangkan investor asing ke Indonesia. ROSC ( 0 Juni 2005) merekomendasikan Indonesia untuk full convergence dengan IFRS dan menentukan scope implementasi IFRS minimum bank, perusahaan asuransi dan perusahaan lain yang dipandang berhubungan dengan publik. Menurut Rosser (1999) Adopsi IAS di negara-negara berkembang termasuk Indonesia harus disertai perubahan fundamental politik. Artikel ini membahas seputar implementasi IAS di Indonesia yang tengah berlangsung sejak tahun 1994 hingga saat ini.Perkembangan Proses Konvergensi Standar Akuntansi Di Indonesia. Pada dasarnya Indonesia sudah mulai mengadopsi IAS sejak tahun 1994 dengan diterbitkannya Standar Akuntansi Keuangan 1994 menggantikan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 yang diadopsi dari US GAAP.

Konvergensi dengan IAS Saat ini Dewan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia masih terus melakukan revisi berbagai standar agar sesuai dengan IAS. Dalam rangka konvergensi PSAK revisian DSAK-IAI sudah dilakukan antara lain:
1. PSAK No. 1 (revisi 2007) tentang Properti Investasi yang menggantikan PSAK No. 1 tentang Akuntansi untuk Investasi (disahkan 1994).
2. PSAK No. 16 (revisi 2007) tentang Aset Tetap yang menggantikan PSAK 16 (1994) : Aktiva Tetap dan Aktiva dan lain-lain
3. PSAK 17 (1994) : Akuntansi Penyusutan serta PSAK No. 0 (revisi 2007) tentang Sewa menggantikan PSAK 0 (1994) tentang Sewa Guna Usaha.
4. PSAK No. 50 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan yang menggantikan Akuntansi Investasi Efek Tertentu dan
5. PSAK No. 55 (revisi 2006) tentang Instrumen Keuangan : Pengakuan dan Pengukuran yang menggantikan Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.

DSAK juga tengah melakukan revisi PSAK sebagai berikut :

• PSAK 22 : Akuntansi untuk Penggabungan Usaha yang direvisi dengan mengacu pada IFRS : Business Combination;
• PSAK 58 : Penghentian Operasi yang direvisi dengan mengacu pada IFRS 5 : Non-current Assets Held for Sale and Discontinued Operations; dan
• PSAK 48 : Kerusakan Aset yang direvisi dengan mengacu pada IAS 6 : Impairment of Assets

Berbagai Hambatan Konvergensi di Indonesia


Standar akuntansi tidak terpisah dari berbagai faktor yang mempengaruhinya seperti legal institution dan law enforcement (Verriest: 2007, Wulandari and Rahman : 2004, Ding : 2007). Banyak faktor yang mungkin menghambat penerapan IFRS. Survey GAAP 2002 menemukan hambatan konvergensi antara lain- Adanya ketidak setujuan diantara negara – negara mengenai materi tertentu dari IFRS seperti misalnya financial instrument dan standar-standar lainnya yang didasarkan akuntansi fair value. Selain itu terdapat pertentangan antara IFRS yang berorientasi pasar modal dan akuntansi domestik negaranegara tertentu yang berhaluan tax driven- Kompleksitas substansi IFRS tertentu dipandang sebagai hambatan konvergensi atas kurang lebih setengah negara-negara yang disurvey, yang berakibat sebagian negara mengimplementasikan IFRS secara terbatas. Hal ini memperluas gap antara IFRS dan standar akuntansi domestik khususnya bagi perusahaanperusahaan dalam skala kecil dan menengah (UKM)Rosser (1999) yang melakukan penelitian atas konvergensi standar akuntansi di negara-negara berkembang dengan studi kasus Indonesia menarik kesimpulan bahwa IAS kurang efektive meningkatkan kualitas akuntansi negara-negara berkembang karena proses audit dan court system kurang mendukung. Pemerintah negara-negara berkembang memiliki kepentingan sosial dan politik domestik yang bertentangan dengan arah konvergensi. Negara-negara berkembang membutuhkan pembenahan regulasi akuntansi dan perubahan fundamental politik agar implementasi IAS efektif meningkatkan kualitas akuntansi.


Hambatan sistem hukum

Sistem hukum Indonesia bersumber dari Belanda (code law) Dalam sistem code law berbagai aturan diturunkan dari prinsip-prinsip yang bersifat abstrak. Campur tangan pemerintah sangat besar dalam mengaplikasikan prinsip-prinsip yang bersifat abstrak tersebut. Di negaranegara yang memiliki sistem hukum code law praktek-praktek akuntansi dan standard setting dipangaruhi kondisi politik lebih kuat dibanding dibanding negara-negara yang memiliki menganut common law. Dalam sistem common law aturan-aturan diturunkan berdasarkan realitas yang dihadapi. Masyarakat luas sangat berperan dalam pembuatan berbagai aturan, sehingga relatif lebih familiar dalam memahami dan menerapkan suatu aturan. Masyarakat dengan demikian juga relatif lebih mudah melakukan pengawasan – pengawasan atas implementasi suatu aturan. Sumber hukum (code law atau common law) pada akhirnya berdampak dalam praktek akuntansi dan pasar modal. Dalam sistem common law masyarakat pasar modal (investor) cenderung lebih mempercayakan dana nya pada pasar modal karena lebih dapat mengawasi pasar modal. Pasar modal sebaliknya cenderung kurang aktif dalam negara-negara code law (Ball et al 2000). Fenomena tersebut mungkin dapat menjelaskan mengapa negara-negara yang sumber dananya berasal dari pasar modal pada umumnya merupakan negara-negara common lawKonvergensi cenderung lebih efektif dalam negara-negara yang sumber hukum nya common law (Ball et al : 2000). Campur tangan pemerintah melalui aturan atau ketentuan instansi pemerintah yang dominan dan kaku dalam negara-negara code law cenderung menghambat proseskonvergensi IFRS. Di Indonesia misalnya, instansi pajak memiliki birokrasi dan kekuatan sendiri dan masyarakat sering kali merasa lebih “sungkan ” pada aparat-aparat pajak dan patuh aturan pajak “versi aparat pajak” tersebut karena takut mendapat masalah. Faktor dominasi pemerintah yang memiliki conflict of interest tersendiri di Indonesia yang sumber hukum nya code lawmerupakan hambatan yang serius. Penerapan IFRS di Indonesia yang merupakan negara code law (walapupun pasar modal Indonesia telah mengadopsi common law) sangat memerlukan pembenahan-pembenahan sistem hukum dan harmonisasi aturan berbagai instansi khususnya instansi pemerintah yang dominan dalam pembuatan dan penerjemahan regulasi. seperti Pajak, Bank Indonesia, Bapepam, BEJ, termasuk DSAK. Hal ini diperlukan untuk menyamakan interpretasi dan persepsi masyarakat atas berbagai regulasi dalam konvergensi standar. Dewan standar akuntansi Indonesia diharapkan lebih agresif, link, dan transparan dengan berbagai instansi pemerintah dan swasta dalam menelurkan berbagai aturan dan regulasi.

Sistem Penegakan Hukum ( law Enforcement)


Efektif tidaknya konvergensi standar akuntansi adalah ditentukan penerimaan seluruh komponen Indnesia yang terkait langsung atau tidak langsung. Kepatuhan atas IFRS dipengaruhi secara signifikan dengan law enforcement berbagai aturan dan ketentuan IFRS (Wulandari and Rahman : 2004) Kualitas informasi akuntansi adalah merupakan fungsi dari kualitas standar akuntansi dan enforcement of standard (Kothari, 2000; Rahman 2000; Verriest 2007). Chen et al (2002) menyimpulkan bahwa lemahnya sistem penegakan hukum yang termanifestasi dalam kualitas audit dan berbagai aturan dan persyaratan profesi auditor pada akhirnya menyebabkan kualitas praktek akuntansi yang rendah Hasil penelitian Ball :2001, Wulandari and Rahman :2004, menyatakan bahwa standar akuntansi secara tersendiri tidak merupakan mekanisme regulasi yang efektif. Standar akuntansi yang berkualitas dan mekanisme enforcement yang efektif harus sejalan. Report On The Observance Of Standards And Codes (ROSC) di Indonesia tahun 2005 menjelaskan bahwa ketidaktaatan terhadap standar akuntansi dan auditing di Indonesia disebabkan oleh lemahnya penegakan hukum dan sanksi atau denda yang relatif ringan.
Lemahnya penegakan hukum ini disebabkan oleh lemahnya legal environment antara lain tidak adanya undang-undang akuntan publik sehingga tanggung jawab akuntan publik menjadi kurang jelas. Sejauh ini Bapepam dan BI yang lebih banyak berperan dalam pembuatan aturan mengenai sanksi atas manipulasi akuntansi. Rosser (1999) mengadakan survey atas negara-negara berkembang dengan studi kasus Indonesia mengatakan bahwa “the introduction of IASs appears to have little done to improve the quality of financial reporting because both the auditing process and the court system have remained severely flawed” Sistem penegakan hukum di Indonesia akhir-akhir ini memberikan kabar baik dengan terobosan-terobosan yang dilakukan oleh komisi pemberantasan korupsi (KPK) yang kian merambah keberbagai departemen dinegara ini yang cepat atau lambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar